Raeni, anak tukang becak lulus dengan IPK 3,96

Kebanyakan anak muda jaman sekarang, malu kalau harus diantar oleh orang tuanya ke kampus atau sekolah. Apalagi kalau orang tuanya bukanlah orang tua yang punya pekerjaan yang hebat, atau orang kaya. Tetapi rupanya, hal ini tidak berlaku bagi Raeni. Raeni tidak merasa malu datang ke acara wisudanya diantar oleh bapaknya naik becak. Mugiyono, ayah Raeni, berprofesi sebagai tukang becak di Kelurahan Langenharjo, Kendal. Bapak ini mungkin menjadi orang paling bahagia karena anaknya, Raeni lulus dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) dengan IPK 3,96 (cum laude). 
Raeni adalah wisudawan dari Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE). Dia berkali-kali membuktikan prestasinya, dengan beberapa kali memperoleh indeks prestasi 4, sempurna. Penerima beasiswa Bidikmisi ini memiliki cita-cita meneruskan kuliah ke Inggris.
“Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Pengin-nya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” kata gadis yang bercita-cita jadi guru tersebut seperti dikutip dari situs resmi Universitas Negeri Semarang, http://unnes.ac.id, Rabu (11/6).

Raeni, anak tukang becak lulus dengan IPK 3,96

Raeni memang memiliki tekad besar agar bisa menikmati masa depan yang lebih baik dan membahagiakan keluarganya. Mugiyono, ayah Raeni mengaku hanya bisa mendukung putri bungsunya itu untuk berkuliah agar bisa menjadi guru sesuai dengan cita-citanya.
“Sebagai orang tua hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon,” kata pria yang mulai menggenjot becak sejak 2010 itu.
Sebagai tukang becak, diakui Mugiyono, penghasilannya tak menentu, sekitar Rp 10 ribuRp 50 ribu. Karena itu, dia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp 450 ribu per bulan.
Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman MHum mengatakan, apa yang dilakukan Raeni membuktikan bahwa tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi.
“Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat ini Unnes menyediakan 26 persen dari jumlah kursi yang dimilikinya untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,” kata Fathur Rokhman.
Dia yakin, dalam waktu tak lama lagi akan terjadi kebangkitan kaum dhuafa. “Anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru. Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini,” katanya.
Saya kira, harapan ini realistis, karena jumlah penerima Bidikmisi lebih dari 50.000 per tahun. Unnes sendiri menyalurkan setidaknya 1.850 Bidikmisi setiap tahun. Selamat dan salut untuk Raeni. Semoga bisa menginspirasi dan memotivasi yang lain. (sumber & gambar)

Share on: