Makan Mie Instan Setiap Hari Baik untuk Kesehatan

Kita sebagai orang tua, biasanya akan membatasi keluarga, terutama anak kita, untuk mengkonsumsi mie instan. Tentu saja, kesehatanlah yang menjadi alasan utamanya. Namun, tahukah Anda, bahwa makan mie instan setiap hari baik untuk kesehatan ? Tidak tahu ya ? Simak tulisan kali ini.

Mitra Masasha, makan mie instan setiap hari, ternyata dapat menjaga kesehatan, terutama bagi para penderita diabetes. Tetapi, bukan mie instan yang dibuat dengan bahan dasar terigu, melainkan mie instan dengan bahan dasar sagu. Fakta ini muncul mengemuka menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Teknologi Agroindustri (PTA) – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu, kalau dilihat dari segi keawetan, dengan catatan disimpan dengan kadar air sama, maka mie sagu akan lebih tahan lama, bila dibandingkan dengan mie terigu.

Makan Mie Instan Setiap Hari Baik untuk Kesehatan

Hasyim Bintoro, pakar sagu dari Institut Pertanian Bogor ‎(IPB), Rabu (25/5), mengatakan, “Sagu memiliki kandungan karbohidrat yang sangat tinggi sehingga mie berbahan dasar sagu tidak memiliki efek negatif bagi usus. Sedangkan terigu kaya akan gizi lainnya seperti protein dan lemak yang memiliki sifat mengembang,”. Demikian dikutip dari JPNN.

Hasyim yang adalah Perekayasa PTA BPPT ini‎ menambahkan, bahwa apabila sagu dimanfaatkan secara optimal, akan sangat mungkin menggantikan komoditas penghasil karbohidrat lainnya seperti padi, jagung, gandum, dan lain-lain. Bahkan hasil penelitian BB Pasca panen menunjukkan bahwa pati sagu di Papua telah memenuhi SNI. Pun demikian, para ahli melihat pengembangan tanaman sagu di Indonesia masih sangat terbatas kalau dibandingkan dengan pengembangan pangan lainnya. Bahkan di Maluku, tempat di mana sagu merupakan sumber pangan utama, saat ini cenderung beralih ke beras.

Para ahli berpendapat, hal ini terjadi oleh karena beberapa faktor. Misalnya, banyak transmigran dan pemerintah daerah yang men–konversi lahan sagu menjadi lahan sawah yang tentunya berakibat pada turunnya produksi sagu. Selain dari itu, banyak masyarakat setempat maupun nasional beranggapan bahwa beras merupakan komoditas yang lebih “bergengsi” dan meningkatkan status sosial dibandingkan dengan menanam sagu. ‎

Prof Hasyim kembali menambahkan, “Sagu adalah sebuah komoditas yang potensial dan menarik. Saya yakin bila dikelola baik dan berkelanjutan, tidak akan diragukan lagi selain mendukung komitmen pemerintah dalam ketahanan pangan, juga bisa menjadi sumber pangan potensial untuk memenuhi kebutuhan kalori seluru penduduk Indonesia,” demikian katanya.

Share on: