Refleksi Menonton The Attorney (2013) – Song Kang-ho dan Transformasi Seorang Pengacara

Refleksi Menonton The Attorney (2013) – Song Kang-ho dan Transformasi Seorang Pengacara

Saya menonton The Attorney (2013) bukan karena rekomendasi teman, bukan pula karena membaca ulasan di internet. Kejadian ini murni kebetulan. Saat itu saya sedang mencari tontonan ringan untuk mengisi waktu, tanpa ekspektasi besar. Lalu mata saya tertumbuk pada satu nama: Song Kang-ho.

Bagi saya, aktor ini adalah semacam “jaminan mutu” dalam perfilman Korea. Entah mengapa, setiap film yang ia bintangi selalu memiliki kekuatan tersendiri. Bukan sekadar pada naskah atau penyutradaraan, tapi pada caranya menghidupkan karakter. Saya langsung klik tombol “play” tanpa berpikir panjang. Ternyata keputusan spontan itu membawa saya pada salah satu pengalaman menonton paling mengesankan tahun ini.

Awal yang Menggoda, Perjalanan yang Menyelam ke Dasar Nurani

Film ini dibuka dengan gambaran sosok Song Woo-seok, seorang pengacara pajak sukses di Busan. Ia bukan tipe pengacara idealis yang kita sering lihat di drama hukum. Sebaliknya, ia sangat pragmatis. Semua dihitung dalam kerangka untung dan rugi. Pelanggan adalah klien, dan klien adalah sumber pemasukan. Tidak ada yang salah secara hukum dengan cara berpikirnya, tapi jelas tidak ada aura “pahlawan” di sana.

Saya menyukai bagaimana film ini tidak langsung memaksakan simpati pada tokoh utamanya. Justru, kita melihatnya dari jarak tertentu, menyadari bahwa ia adalah manusia biasa yang hidup dalam sistem kapitalis yang keras. Ia ingin sukses, ingin dihormati, dan tentu saja ingin kaya. Semua itu membuat transformasinya nanti terasa jauh lebih dramatis.

Namun, semuanya berubah ketika ia terlibat dalam kasus seorang pemuda — anak dari pemilik rumah makan langganannya. Pemuda ini, yang diperankan oleh Im Si-wan, ditangkap dengan tuduhan subversif dan disiksa oleh polisi.

Im Si-wan dan Luka yang Nyata

Saya harus mengakui, Im Si-wan memerankan tokoh ini dengan sangat meyakinkan. Wajahnya yang polos dan tatapan matanya yang campuran antara takut dan bingung benar-benar memukul emosi saya. Ia bukan sekadar “korban” di layar; ia terasa seperti seseorang yang kita kenal. Setiap ekspresi sakit, setiap helaan napas yang tertahan, membuat saya ikut menegang.

Im Si-wan berhasil menanamkan rasa marah sekaligus iba pada penonton. Kita tahu bahwa yang terjadi padanya adalah ketidakadilan yang nyata, tapi ia tidak bisa membela diri karena sistem yang dihadapinya sudah rusak dari akar.

Di sisi lain, ada satu sosok antagonis yang mencuri perhatian saya — polisi penyiksa, yang oleh banyak penonton mungkin diingat karena tatapan matanya yang keras dan tubuhnya yang tegap. Saya sempat merasa familiar, dan benar saja, saya mengenalnya dari drama Phantom (atau Ghost) bersama So Ji-sub. Melihatnya di sini sebagai “bulldog” yang kejam membuat saya semakin yakin pada fleksibilitas aktingnya.

Transformasi Sang Pengacara

Bagian yang paling membekas bagi saya adalah proses kesadaran Song Woo-seok. Transformasinya tidak terjadi dalam satu malam. Film ini dengan sabar memperlihatkan bagaimana rasa bersalah, kemarahan, dan keinginan untuk melakukan hal yang benar mulai mengikis dinding materialisme yang ia bangun selama ini.

Ada satu titik balik emosional ketika ia menyadari bahwa membiarkan ketidakadilan berarti menjadi bagian dari kejahatan itu sendiri. Dan dari sana, ia mulai bergerak — bukan lagi untuk mengejar uang, tapi demi prinsip. Perjalanan ini membuat saya merasa bahwa keberanian bukanlah tentang tidak takut, melainkan tentang tetap melangkah meskipun takut.

Ruang Sidang: Panggung Perjuangan

Adegan-adegan sidang dalam The Attorney adalah salah satu yang paling berkesan bagi saya. Bukan hanya karena ketegangan hukumnya, tapi karena setiap kata yang diucapkan terasa seperti peluru yang ditembakkan ke arah sistem yang busuk.

Film ini memperlihatkan bahwa sidang bukan hanya pertarungan bukti dan saksi, tapi juga pertarungan narasi. Di satu sisi, jaksa dan aparat mencoba membentuk cerita versi mereka — bahwa para korban adalah ancaman negara. Di sisi lain, Song Woo-seok mencoba mengupas kebohongan itu lapis demi lapis.

Ketika ia berbicara di hadapan hakim, suaranya membawa beban dari semua yang ia saksikan: penyiksaan, kebohongan, dan ketidakadilan. Saya bisa merasakan bahwa di titik ini, ia bukan lagi sekadar pengacara, tapi seorang manusia yang berdiri untuk manusia lainnya.

Resonansi Pribadi

Saya keluar dari film ini dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Ada rasa puas karena menyaksikan kemenangan moral, tapi juga ada rasa getir karena tahu bahwa kisah ini didasarkan pada peristiwa nyata — Kasus Burim di tahun 1981, di masa pemerintahan otoriter Korea Selatan.

Transformasi Song Woo-seok mengingatkan saya bahwa orang bisa berubah, bahkan yang paling pragmatis sekalipun, jika mereka dipaksa menghadapi ketidakadilan secara langsung. Film ini juga mengajarkan bahwa keberanian sering kali muncul bukan dari mereka yang lahir sebagai pahlawan, tapi dari orang biasa yang memilih untuk tidak tinggal diam.

Im Si-wan meninggalkan jejak kuat di benak saya. Ia bukan pemeran utama, tapi tanpanya, perjalanan emosi film ini tidak akan terasa sedalam itu. Sementara si “bulldog” polisi adalah pengingat bahwa dalam setiap sistem yang rusak, selalu ada individu yang memanfaatkan kekuasaan untuk menyakiti orang lain.

Penutup: Mengapa The Attorney Layak Ditonton

Bagi saya, The Attorney bukan sekadar film hukum. Ini adalah kisah tentang kesadaran, keberanian, dan pilihan moral. Song Kang-ho memberikan performa yang luar biasa, membawa kita menyelami kompleksitas hati seorang pengacara yang bertransformasi. Im Si-wan dan para pemeran pendukung lainnya memperkuat naskah yang sudah solid, menciptakan dunia yang terasa hidup sekaligus menyakitkan.

Saya memulai film ini tanpa ekspektasi, tapi mengakhirinya dengan rasa hormat yang mendalam — tidak hanya kepada para pembuat film, tapi juga kepada orang-orang nyata yang kisahnya menginspirasi cerita ini. Jika ada satu film Korea yang bisa membuat kita merenung tentang arti keadilan, The Attorney (2013) adalah salah satunya.


You May Also Like

About the Author: masasha

Penyuka drama Korea, film, dan serial lainnya. Mengelola web ini sejak 2012 sampai saat ini. Ikuti web ini di Facebook, serta akun sosmed lainnya untuk mendapatkan update terkini, dan menunjukkan dukungan Anda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *