Recap Hunter with a Scalpel Episode 8

Recap Hunter with a Scalpel Episode 8: Anak Iblis, DNA Palsu, dan Konfrontasi Terakhir

Kita teruskan dengan Recap Hunter with a Scalpel Episode 8. Belum baca episode sebelumnya? Silakan kamu baca dulu Recap Hunter with a Scalpel Episode 7.

Episode kedelapan Hunter with a Scalpel membawa kita ke titik klimaks antara Se-eun dan ayah angkatnya—sebuah konfrontasi emosional dan berdarah yang tak lagi bisa ditunda. Di sisi lain, tim investigasi pun terjebak dalam dilema antara integritas profesional dan batasan institusional. Ketika trauma masa lalu bertemu dengan rencana kriminal di masa kini, muncullah pertanyaan paling menyakitkan: seberapa jauh luka bisa dijahit agar terlihat utuh?

Awal yang Tak Pernah Normal: “Aku Hanya Tak Mau”

Episode ini dibuka dengan suasana rumah yang dingin dan penuh ketegangan. Se-eun kecil menolak pergi dengan ayah angkatnya. Ia hanya berkata:

“Aku… hanya tidak mau.”

Sebuah penolakan sederhana yang menyimpan lapisan trauma mendalam. Di serial ini, tidak ada kata-kata polos tanpa sejarah. Penolakan itu menjadi penanda awal bahwa keinginan Se-eun untuk menghindari ayahnya bukan tentang kenakalan remaja, tapi tentang perlindungan diri.

Saksi Gila dan Rambut Berduri

Tim penyidik menggali ulang kasus Blue Tong di Pelabuhan Cheongun. Saksi mata saat itu menggambarkan seorang anak kecil berambut pendek seperti duri, dengan tatapan “anak iblis.” Masalahnya, saksi itu telah masuk rumah sakit jiwa 20 kali dalam 10 tahun terakhir—menjadikan kesaksian itu dipertanyakan, tapi tetap menyimpan potongan teka-teki.

Sementara itu, internal tim mulai pecah. Jung Hyun tetap bersikeras mendalami kasus Blue Tong meski rekan-rekannya takut kehilangan karier. Mereka menyebut Jung egois karena sering bertindak sendiri. Tapi mereka juga tahu, penyidikan ini terlalu penting untuk ditinggalkan begitu saja.

Luka yang Tak Terlihat dan Harga Sebuah Pilihan

Dalam sebuah percakapan emosional, rekan Jung mengaku bahwa istrinya tengah menjalani cuci darah rutin karena kanker ginjal. Ia harus bekerja dua shift, mengurus anak, dan tetap menangani kasus besar ini. Ketegangan bertambah saat Jung diminta berhenti menyelidiki Blue Tong karena bisa menghancurkan karier seluruh tim.

Namun jawaban Jung tulus:

“Aku nggak peduli naik jabatan. Aku cuma ingin kerja sampai pensiun. Aku punya dua anak.”

DNA Palsu dan Kasus yang Direkayasa

Di balik layar, ayah angkat Se-eun makin gila. Ia merancang sebuah skenario untuk menanam DNA milik orang lain ke tubuh korban dan membuangnya agar dianggap sebagai pelaku. Ia berkata dingin:

“Yang bikin lebih seru, dokter forensiknya adalah anakku sendiri.”

Ia sudah menyiapkan segalanya: mobil, alat, bahkan tubuh Dokter Oh Min-ho yang akan dipalsukan.

Sementara itu, hasil toksikologi korban ketiga keluar: pancuronium kembali ditemukan. Ini menguatkan bahwa ketiga korban dibunuh oleh pelaku yang sama, dengan metode identik. Tapi laporan sebelumnya menunjukkan data yang saling bertentangan: “Terdeteksi” vs “Tidak Terdeteksi.” Apakah ada laporan yang dimanipulasi?

Konfrontasi Terakhir: Se-eun vs Sang Ayah

Akhirnya, terjadilah pertemuan klimaks. Di sebuah ruangan penuh senyap dan rasa bersalah, Se-eun berhadapan langsung dengan ayah angkatnya. Ia menyebut dua nama Se-eun: “Se-hyun” dan “Yoon Se-eun”—seolah menghidupkan kembali masa lalu yang ingin dilupakan. Namun Se-eun hanya menjawab:

“Bahkan kalau aku hancur, aku bisa tidur tenang ketimbang kau terus hidup.”

Ayahnya menyerang balik, berkata bahwa Se-eun takut. “Kau takut padaku, ‘kan?! Kau ketakutan seperti anak kecil yang dulu.” Tapi Se-eun tetap tak gentar.

“Aku tidak akan membunuhmu. Karena aku terlalu mencintaimu. Tapi kamu harus dihukum,” kata ayahnya.

Dalam adegan yang menyayat, suara-suara dari masa kecilnya bergema:

“Horizontal dua kali, vertikal dua kali. Harus jadi anak hebat. Jangan bikin Ayah marah.”

Akhirnya, ia pergi meninggalkan sang ayah—yang bergumam penuh teror:

“Kau tidak akan pernah bisa lepas dariku, Se-eun…”

Refleksi: Forensik, Kebenaran, dan Luka yang Memanggil Balik

Setelah badai, kita melihat kembali Se-eun dalam keadaan lemah namun tetap berdiri. Ketika ditanya, “Kenapa kau jadi dokter forensik?” ia menjawab:

“Untuk mengungkapkan kebenaran. Supaya tidak ada korban lain. Dan agar bisa sedikit membantu mereka yang ditinggalkan.”

Ini bukan sekadar karier. Ini adalah jalan pulang—dan jalan balas dendam yang tak melibatkan darah.

Sementara itu, salah satu penyidik juga mengungkap kisah masa lalunya. Ia pernah dituduh mencuri saat remaja. Tak ada yang percaya padanya, hingga satu orang polisi melihat matanya dan tahu ia minta tolong. Sejak hari itu, ia bersumpah menjadi polisi agar bisa menangkap pelaku sebenarnya—bukan sekadar tersangka.

Temuan Penutup: Lokasi Foto Adalah Pelabuhan Cheongun

Episode ditutup dengan hasil forensik digital. Lokasi foto anak perempuan yang ditemukan di tubuh korban ternyata berasal dari Pelabuhan Cheongun. Titik lingkaran pun menutup sempurna.

Kasus masa lalu yang dianggap usang, kini bukan hanya relevan… tapi inti dari semuanya.

2

No Responses

Write a response