Kita teruskan dengan Recap Hunter with a Scalpel Episode 6. Agar lebih paham, baca dulu recap episode 5.
Episode keenam Hunter with a Scalpel menggali lebih dalam ke akar luka emosional para karakter, menghubungkan masa lalu yang tak kunjung sembuh dengan kasus mutilasi yang terus menyebar. Kali ini, teka-teki tak hanya dibentuk oleh benang dan luka tusuk, tapi juga oleh kenangan masa kecil, suara-suara yang menyamar sebagai cinta, dan potongan foto yang membungkam kebenaran.
Kilas Balik: Potongan Rambut dan Batas Kendali
Episode dibuka dengan suasana masa lalu—Se-eun kecil meminta rambut panjang seperti kakaknya. Namun sang ayah menolak, menyebut bahwa rambut pendek akan lebih praktis jika mereka bepergian “untuk urusan bisnis.” Kalimat ini terasa ganjil, menandai bahwa sejak kecil, Se-eun telah hidup di bawah aturan yang tidak sehat.
Momen pengambilan foto keluarga pun terasa dingin. “Se-eun, turunkan tanganmu,” sang ayah menginstruksikan tanpa senyum. Adegan ini menjelaskan bahwa kehidupan keluarga mereka tak pernah normal sejak awal. Sebuah manipulasi yang dibungkus dalam framing “cinta ayah.”
Mayat Baru di Dekat Kantor Polisi: Tantangan Terbuka
Kembali ke masa kini, kasus makin brutal: sebuah jasad wanita ditemukan persis di dekat kantor polisi. Ini bukan sekadar pembunuhan, tapi penghinaan langsung terhadap aparat. Ketegangan membuncah di lokasi. Wartawan, penyelidik, hingga masyarakat terlibat dalam konflik emosional.
Dan di tengah semua itu, muncul sorotan tajam pada Dokter Seo Se-hyun. Beberapa petugas mulai mempertanyakan kehadirannya yang terlalu cepat di TKP, bahkan menyindir ia berambisi naik pangkat lewat kasus ini. Namun dengan tegas, Seo menjawab bahwa korban sebelumnya adalah koleganya sendiri, dan keterlibatannya bukan demi ambisi, melainkan tanggung jawab.
Kepala tim penyelidik menengahi ketegangan dan menyampaikan kabar penting: hasil autopsi sudah keluar.
Autopsi Anak dan Foto di Mulut
Saat tubuh korban diperiksa, ditemukan beberapa temuan mengerikan:
- Luka potong pasca-kematian
- Bekas luka aktif di lengan kiri
- Lecet kulit dari pergelangan tangan hingga telapak
- Foto lusuh berukuran 8×10 cm terselip di orofaring
Korban adalah anak perempuan, dan ditemukannya foto di mulut korban menandakan bahwa pembunuh ingin mengirim pesan personal—sama seperti sebelumnya, tapi kali ini lebih eksplisit.
Investigasi segera mengarah ke foto tersebut. Gadis dalam gambar tampak berusia sekitar 7 tahun. Wajahnya buram tapi familiar. Dan bagi mereka yang tahu sejarah kelam kota ini, satu nama mulai bergaung: Go Eun-seo.
Kecurigaan dari Warga dan Rumor Mistis
Di sekitar lokasi penemuan jasad, seorang penghuni rumah mengaku melihat “pasang kaki putih” di depan rumahnya. Tapi justru Se-eun melarang siapapun menyentuhnya, agar bukti tidak rusak.
Namun sikap profesional itu malah dianggap dingin. Warga menyebutnya “perempuan yang membawa kesialan.” Bahkan ada yang berkata bahwa “aura dingin seperti arwah” mulai terasa sejak Se-eun pindah ke rumah itu.
Sementara itu, teknisi Pak Choi, yang biasa membantu di rumah, sedang tak bisa dihubungi. Ia tengah mengunjungi makam istri dan anak-anaknya—sebuah detail kecil tapi emosional yang menambah lapisan sedih di tengah kasus mengerikan ini.
Kasus 1999 dan Kaitan ke Masa Kini
Jejak forensik dari jasad korban baru mengandung lax, kuas pembersih, dan tanah dengan kandungan sodium—mirip dengan dua korban sebelumnya. Fakta ini membuka kotak Pandora: kemungkinan hubungan kasus dengan Blue Tong Case 1999, kasus mutilasi di Pelabuhan Cheongun.
Dalam kasus itu, potongan tubuh ditemukan di tong plastik biru besar yang biasanya dipakai membuat kimchi. Tubuh korban dibersihkan dengan lax dan sikat kasar.
Bedanya? Di masa lalu tak ada benang putih atau jejak pancuronium—obat pelemas otot yang ditemukan di tubuh-tubuh korban saat ini.
Namun kemiripannya terlalu tajam untuk diabaikan. Saat tim memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut, atasan mereka menolak keras. Investigasi terhadap kasus lama dan anak hilang dianggap bakal memperburuk situasi.
Foto, Montase, dan Identitas Anak yang Hilang
Foto yang ditemukan di mulut korban menunjukkan satu wajah: anak berusia 7 tahun yang kemudian diolah melalui teknologi montase digital 3D. Hasilnya mengejutkan: wajah itu sangat mirip dengan seseorang yang sudah mereka kenal.
Tim mulai menyadari bahwa sidik jari tak dikenal dari dua TKP sebelumnya bisa saja milik anak itu. Apakah anak dalam foto adalah korban? Atau pelaku? Atau mungkin… keduanya?
Ketua tim penyidik, Jung Hyun, menyadari satu hal: foto ini, korban, dan masa lalu semuanya berakar dari tragedi lama yang belum selesai diselesaikan.
Kebenaran Dihidupkan: Se-eun dan Masa Lalu yang Dibongkar
Lewat pencarian dokumen kasus Blue Tong 1999, terungkap bahwa tersangka utama, Go Doo-sam, adalah ayah dari Go Eun-seo, anak angkat yang kini diketahui sebagai identitas lama dari Dokter Seo Se-hyun.
Episode memuncak ketika Se-eun akhirnya bertemu kembali dengan ayah angkatnya. Ia memperkenalkan anak angkat baru, menyindir perubahan wajah Se-eun, dan tetap menyebutnya “anak ayah.” Tapi Se-eun tak lagi anak kecil yang bisa didominasi.
“Satu hal yang kuinginkan: Kau mati.”
Ketegangan memuncak. Pisau ditarik. Sang ayah kaget, tapi tetap menyatakan bahwa dia satu-satunya orang yang pernah mencintai Se-eun dengan tulus. Tapi cinta yang memaksa, menyiksa, dan melukai adalah cinta yang tak pantas dijunjung.
Klimaks: Luka, Darah, dan Retakan Identitas
Dengan mata berkaca, Se-eun berkata bahwa dulu ayahnya mengajarinya cara menghadapi gigitan anjing: “Dorong tanganmu lebih dalam ke mulutnya. Biar dia tersedak dan melepaskan gigitan.” Kini ia menerapkan pelajaran itu dalam bentuk baru: menghadapi monster yang membentuk dirinya.
Pisau diarahkan. Rasa trauma mencuat. Tapi ini bukan tentang balas dendam—ini tentang melepaskan diri dari kungkungan yang membentuknya jadi siapa dirinya hari ini.
Dan di layar lain, tim forensik menatap montase. Wajah itu kini tak bisa disangkal lagi: Eun-seo, gadis kecil dari foto usang itu, telah kembali.
Kesimpulan: Luka yang Tak Pernah Hilang, dan Siapa yang Sebenarnya Terluka
Episode 6 Hunter with a Scalpel membuktikan bahwa luka masa lalu tak akan sembuh jika hanya disembunyikan. Dari manipulasi keluarga hingga trauma profesi, cerita ini menyuguhkan gambaran betapa rapuhnya batas antara korban dan pelaku.
Identitas mulai terbuka. Tapi jawaban terbesar belum muncul: apakah Se-eun hanya korban dari masa lalu—atau kini menjadi bagian dari lingkaran gelap yang ia coba ungkap?