KDrama
Sinopsis Drama Korea Hotel Del Luna Episode 4 Part 3
Mari kita lanjut ke sinopsis drama Korea Hotel Del Luna episode 4 part 3. Seorang baker sedang menguleni tepung di meja. Ia sepertinya akan membuat roti. Ia tidak sadar, ada arwah yang sedang menungguinya. Sekilas itu terlihat disaat tepung itu tertabur ke udara. Ia tampak terampil menggunakan tangannya. Tiba-tiba, muncul bayangan tangan yang memegang tangan si baker. Sepertinya, si baker merasa, tapi ia hanya berhenti sebentar lalu meneruskan kerjanya. Saat di rasa cukup, ia meninggalkan adonannya, dan pindah ke sisi yang lain. Di meja, adonan itu bergerak sendiri. Ada terlihat bekas tangan di adonan itu.
Adonan itu bergerak-gerak sendiri. Karuan saja, ia menjadi ketakutan… ia segera berlari kalang kabut sambil berteriak ketakutan. Pengunjung toko roti merasa heran, namun juga terkejut.
***
Sementara di rumah Chan Seong.
“Chan Seong, keluar! Chan Seong! Chan Seong, ini. Aku membeli roti yang paling menakjubkan.” kata pria ini sambil berjalan masuk.
“Ada hantu terlihat di toko roti yang sering kukunjungi. Hantu meremas adonan roti ini, jadi aku menunggu untuk membelinya.”
“Sanchez, jangan berkata seperti itu. Aku tak ingin mendengarkan hantu bahkan di rumahku sendiri.” kata Chan Seong kepada pria yang ternyata bernama Sanchez ini. Sepertinya ia temannya.
“Hei, bagaimana jika hantu itu mengikutiku pulang karena hantu yang membuat ini?” kata Sanchez. Chan Seong sendiri juga kaget, karena di belakang Sanchez, ada arwah wanita buta yang pernah ditemuinya dulu. Perasaan, arwah itu sudah dibawanya ke Hotel Del Luna.
“Kenapa kau datang? Kenapa kau datang lagi?” teriak Chan Seong kepada si hantu buta.
Melihat tingkah Chan Seong, Sanchez jadi heran.
“Chan Seong, sedang apa? Kau membuatku takut. Tak ada hantu di sini. Ini hanyalah roti.”
Chan Seong tak menggubris Sanchez. Ia masih memandangi si hantu buta.
“Apa kau mengikutinya ke sini?” tanya Chan Seong. Hantu buta itu menggeleng.
“Apa kau mengikuti roti?” tanya Chan Seong lagi. Kali ini hantu itu mengangguk.
Sanchez jadi bingung juga,”Chan Seong, maaf atas kisah konyolku. Ayo makan roti saja. Ya?”
“Sudahlah. Kau saja. Sepertinya aku harus kembali bekerja.” Chan Seong jadi kesal.
“Chan Seong. Hei, jika kau bertingkah seperti itu, bagaimana aku bisa makan roti ini?” Sanchez jadi takut juga. Celingak-celinguk ia. Kalau-kalau ada hantu beneran di situ.
***
“Ku Chan Seong membawa lagi tamu yang meninggalkan hotel.”
“Dia keluar hotel, pergi ke toko roti, dan membuat roti. Dia seharusnya tak melakukan hal seperti itu.”
“Dia yang seharusnya pergi dengan limusin hari ini, ‘kan?”
“Ya, Jaebiin-nim menemui Sajang-nim untuk mendapatkan tanda tangannya untuk mengubah reservasi limusin.”
“Apa dia ingin makan roti sebelum meninggalkan dunia ini? Bahkan dia tak bisa makan roti dari dunia ini.”
“Dia seharusnya memanggil layanan kamar. Kenapa dia pergi ke toko roti? Hyun Joong, tak bisakah kau memberi perhatian yang lebih baik untuk para tamu yang datang dan keluar? Kau ingin naik bus ke Alam Baka?” kata Seo Hee setengah berteriak.
“Aku menerima banyak kemarin, jadi aku kebanjiran.” elak Hyun Joong.
“Lakukan pekerjaanmu dengan benar.”
“Kejam. Bukan? Bagaimana bisa mengatakan untuk naik bus.”
“Ya, itu hal yang sulit untuk dikatakan.” kata Sun Bi kalem.
“Kenapa dia sangat gelisah seperti itu? Oh, tanggal 25 akan segera tiba. Hari itu akan tiba. Kita akan melewatinya dengan aman, bukan?”
“Benar. Jika yang terjadi 42 tahun lalu terjadi lagi, Seo Hee pasti akan diseret ke Alam Baka.”
“Hantu tak boleh membuat ulah dengan bergentayangan. Dia belum melakukan hal besar, jadi katakan padanya untuk menjaga reservasi dan pergi ke Alam Baka.” kata Man Weol.
Chan Seong mengibaskan tangan di depan hidungnya. Bau alkohol menyengat keluar dari mulut Man Weol, “Aku ingin mengubah reservasi itu. Silakan tanda tangani.” katanya sambil menunjukkan selembar kertas.
“Ada seseorang yang benar-benar ingin dilihatnya.”
“Tak ada hantu yang tak punya orang yang ingin mereka temui.”
“Dia tak pernah melihat orang itu saat masih hidup. Itu sebabnya dia ingin melihatnya.”
“Dia buta saat masih hidup. Bagaimana bisa dia mengenal seseorang padahal belum pernah melihatnya? Dia bahkan tak tahu namanya. Kenapa dia mencari seseorang yang bahkan tak dikenalnya? Lupakan, pergi. Berhenti menggangguku.” kata Man Weol.
“Katanya dia mengingat tangannya. Jika dia memegang tangan, dia bisa merasakannya.”
“Itu omong kosong yang dilontarkan hantu. Pergi. Pergi!” teriak Man Weol.
“Apa kau juga melontarkan omong kosong? Katamu kau bisa tahu dari perasaanmu. Bahwa aku jelas bukan orang itu. Maka kau juga tak tahu.”
Man Weol tertegun, “Kau… jelas bukan dia.”
“Jadi, kau harus tanda tangani ini.”
Chan Seong memegang tangan Man Weol dan mulai menggunakan tangan itu untuk menandatangani dokumen itu. Sejenak Man Weol tertegun. Ia jadi teringat peristiwa saat “si kapten” mengajarinya menuliskan namanya, Man Weol.
“Aku akan menemukan orang yang ingin dia lihat dan mengirimnya pergi. Dia adalah tamu pertama yang kubawa. Jadi, aku ingin mengirimnya dengan baik. Jangan mencoba untuk mendapatkan uang darinya. Dia tak punya.” kata Chan Seong.
“Kenapa kau melakukan sesuatu yang tak menghasilkan uang? Kau diperdaya oleh hantu itu. Kau sangat lemah. Kau adalah sasaran empuk hantu.”
“Kau benar. Jika aku lebih keras dan bertahan, aku tak akan berakhir di sini. Aku menyesal menjadi manusia lemah yang sangat kau sukai.” kata Chan Seong.
Man Weol jadi sewot, “Apa kau bersikap sarkastik?”
Melihat ini, Chan Seong buru-buru menjawab, “Maksudku, itu nasibku.”
“Aku tak menyesal membawamu dan menyulitkan hidupmu.
“Kau benar-benar berpikir kau melakukan itu? Kau tahu pepatah, “Manusia menyulitkan hidupnya sendiri”. Mungkin bukan karena kau menyeretku ke sini. Dan mungkin akulah yang mendorong diriku ke tempat ini.” kata Chan Seong. Ia menyodorkan segelas air putih kepada Man Weol, yang kelihatan masih tak habis pikir dengan sikapnya.
“Minumlah. Kau harus minum air sebanyak alkohol, sehingga kau tak akan merasa kering. Aku akan membawa roti saat kembali. Tempat yang kita kunjungi adalah toko roti terkenal. Ini adalah tempat yang dikunjungi komedian Kim Joon Hyun. Cobalah permainan “Satu Gigitan”.” kata Chan Seong.
“Kenapa kau bersikap baik? Kau membuatku gugup. Apa kau memberiku racun?”
“Aku ingin mencoba dan menjagamu. Jika aku memberimu air dan roti, siapa tahu? Daun sudah tumbuh dari pohon kering, mungkin bunga bisa bermekaran.”
“Jangan. Kau pikir aku benih yang bisa tumbuh saat kau beri air? Aku adalah pohon tua yang sudah kering selama lebih dari seribu tahun.”
“Pohon itu kini berdaun. Sepertinya akan bermanfaat.”
“Kenapa kau menggangguku?”
“Apa aku mengganggumu? Katamu kau tak merasakan apa-apa. Sepertinya tak benar.”
“Ealah … Hei, Chan Seong. Jangan lakukan. Jangan datang ke sini lagi.” teriak Man Weol.
“Kenapa? Aku harus bekerja.”
“Kau tak harus datang ke sini. Aku akan membiarkanmu pergi.”
“Kini aku tak punya tujuan. Aku meninggalkan hotel terakhir karena kau. Sekarang aku punya reputasi buruk dan aku tak bisa kembali.” kata Chan Seong
“Ada hotel lain yang disukai Forbes.”
“Mereka menyukaiku saat mereka tak tahu aku bisa melihat hantu. Kini tak lagi. Dan kau tak punya manusia lain selain aku.”
“Kau yang ketiga di urutan. Ada 1 dan 2 di urutan, dan mereka lebih baik daripadamu.”
“Oh, mereka! Mereka sangat tangguh dan kuat sehingga kau tak bisa memperdayainya. Kau butuh target yang mudah sepertiku. Manusia yang bisa membereskan dendam mereka. Di sini, aku nol.” kata Chan Seong.
“Chan Seong! Jika kau terus begini, aku benar-benar tak akan menyukaimu.”
“Kau menyukaiku karena aku tak mengganggumu. Kau tak menyukaiku karena aku mengganggumu. Aku lebih suka yang terakhir. Aku akan menemani tamu ke luar.”
“Dia akan terus membuatku kesal? Dia pikir aku bercanda karena kini pohon itu sudah pergi.” kata Man Weol kesal.