Recap Hunter with a Scalpel Episode 4

Recap Hunter with a Scalpel Episode 4: Salah Tangkap, Sidik Jari Misterius, dan Bayangan Sang Penjahit

Lanjut kita dengan recap Hunter with a Scalpel episode 4. Belum baca episode sebelumnya? Yuk simak Recap Hunter with a Scalpel Episode 3 untuk memahami latar belakang kasus berantai ini lebih dalam.

Episode keempat Hunter with a Scalpel membawa kita masuk ke fase investigasi yang penuh konflik moral dan pergulatan batin di balik kasus pembunuhan berantai di Yongcheon. Bukan hanya pertanyaan tentang siapa pelakunya yang menghantui, tapi juga: seberapa siap kita menghadapi kebenaran saat sistem gagal melindungi yang lemah?

Awal yang Kelam: Dari Kucing Liar ke Kecurigaan Sosial

Cerita dibuka dengan konflik tampak sepele—seekor kucing liar ditemukan mati dengan kondisi mengenaskan. Se-hyun, yang selama ini dikenal menyayangi kucing, justru dituduh membunuhnya. Tuduhan itu dilontarkan oleh seorang tetangga yang menyimpan prasangka. Ia menyebut bahwa Se-hyun sering terlihat dekat dengan kucing itu, dan bahkan menuduhnya membuka perut si kucing dan mengambil organnya.

Konfrontasi terjadi. Se-hyun membela diri: “Apa Bibi melihat saya membunuhnya?” Namun si tetangga tak menggubris argumen rasional. Baginya, prasangka sudah cukup.

Adegan ini bukan sekadar selingan. Ini adalah metafora sosial yang kuat: bagaimana masyarakat cepat menghakimi mereka yang dianggap berbeda, dan bagaimana tekanan batin bisa meletus dari hal kecil.

Sementara itu, aparat datang karena laporan warga—dan meski tidak ditahan, Se-hyun tahu: ia kini dalam sorotan publik.

Penangkapan yang Mengecoh: Salah Orang, Salah Bukti

Di sisi lain kota, polisi bersorak karena berhasil menangkap tersangka pembunuhan di ladang. Ia adalah Kwon Hyung-jo, seorang pengantar barang yang menggunakan mobil boks besar—sesuai dengan deskripsi awal yang dikemukakan Dokter Seo.

Seo pun segera menuju kantor polisi, membawa hasil uji tanah dari jenazah Lee Yeon-ju. Hasil itu mengungkap bahwa tanah yang ditemukan pada plastik pembungkus korban mengandung unsur natrium, indikasi bahwa jenazah semula berada di area pantai—bukan di lokasi ditemukannya mayat. Petunjuk ini menunjuk ke Pelabuhan Cheongun, di mana tersangka memiliki gudang.

Namun semuanya runtuh saat penggeledahan gudang hanya menemukan boneka RealDoll, bukan barang bukti terkait pembunuhan. Ternyata plastik yang terekam di CCTV adalah pembungkus boneka seks, bukan mayat.

Kejutan demi kejutan bermunculan. Tersangka menjadi emosional dan menuduh polisi telah melakukan intimidasi, kekerasan fisik, dan kesalahan penangkapan. Suasana interogasi memanas. Beberapa detektif nyaris kehilangan kendali, memunculkan citra buruk institusi kepolisian.

Sidik Jari dan Konferensi Pers: Pecahnya Tabir Misteri

Sadar bahwa penyelidikan mereka mulai disorot media dan publik, kepolisian menggelar konferensi pers. Namun saat Kepala Penyelidik Jung Hyun hendak memberi pernyataan, ia terdiam di hadapan kamera. Di sinilah Dokter Seo Se-hyun maju.

Dengan percaya diri, ia menyatakan bahwa sidik jari yang ditemukan di dua TKP—kematian mahasiswi dan Dokter Oh Min-ho—adalah identik.

Ini bukan dua kasus pembunuhan terpisah. Ini adalah awal dari kasus pembunuhan berantai.

Pernyataan ini menggemparkan. Publik mulai bertanya-tanya: siapa pelaku yang bisa menembus sistem dengan begitu mulus, dan kenapa ia memilih korban secara spesifik?

Namun pernyataan Seo tidak diterima semua pihak. Atasan dan rekannya di institusi forensik mengecamnya karena dianggap menyimpulkan hal besar tanpa konsultasi. Tapi Seo berdiri teguh. Ia mengatakan, bila dibiarkan, akan ada korban ketiga, keempat, dan seterusnya.

Pemetaan Pola Pelaku dan Taktik Forensik

Tim investigasi pun memulai perumusan profil pelaku. Berdasarkan bukti yang ada, mereka menyimpulkan beberapa hal:

  • Pelaku mengenal daerah Yongcheon dengan sangat baik, bahkan tahu titik-titik yang tidak terjangkau CCTV.
  • Ia memiliki keahlian membedah tubuh, terlihat dari cara pemotongan di persendian yang sangat presisi.
  • Ia meninggalkan benang putih, kuas pembersih, dan bahkan menyembunyikan sidik jari korban di dalam tubuh—menandakan obsesi terhadap penghapusan identitas.

Yang membuat penyelidikan makin sulit adalah dua pola berbeda dalam dua kasus:

  • Korban pertama ditemukan utuh di tengah sawah.
  • Korban kedua dimutilasi dan dipotong tepat di sendi, lalu tubuhnya tersebar.

Apakah ini bentuk eksperimen psikologis? Atau ada tujuan komunikasi tertentu dari pelaku terhadap polisi?

Adegan Penutup yang Menggigilkan: Ketika Penjahit Menampakkan Wajah

Di akhir episode, kita kembali diperkenalkan dengan Yoon Jo-gyun, pemilik binatu yang selama ini tampil sebagai pria sopan dan rendah hati. Namun kali ini, suasananya berbeda.

Seorang pelanggan mengeluh karena pakaian yang dicucikan rusak. Jo-gyun yang awalnya tenang, perlahan menunjukkan sikap menyeramkan. Ia menatap pelanggan dengan tatapan kosong dan mulai menyebut ukuran tubuhnya—seolah sedang mengukur bukan untuk menjahit, tapi… untuk membungkus.

Baju adalah hal yang paling mudah dilupakan. Seperti manusia.

Ucapan itu terdengar biasa… tapi dalam konteks episode ini, kalimat itu lebih mematikan daripada pisau bedah.

Apa yang Kita Pelajari dari Episode Ini?

Episode 4 memperlihatkan betapa tipisnya batas antara profesionalisme dan emosi pribadi dalam sebuah investigasi. Kita menyaksikan bagaimana sistem bisa salah arah saat kelelahan, ego, dan tekanan publik mencampuri proses hukum. Namun di sisi lain, kita juga melihat tekad dari orang-orang seperti Seo Se-hyun yang tak gentar memperjuangkan kebenaran—meski harus berdiri sendirian.

Identitas pelaku memang masih menjadi misteri, tapi arah penyelidikan mulai mengerucut. Di sisi lain, penonton mulai mencium aroma mengerikan dari sosok yang selama ini tampak jinak.

5

No Responses

Write a response